“Eh...Eh, itu balonnya balonnya terbang tuh.”
Aku mencoba mengejar balon yang tiba-tiba talinya sudah tak berpijak lagi di tanah rerumputan.
“Oh, iya kejar-kejar”
“Kejaaarr...”
“Tunggu balon jangan terbang.”
Aku, Dinda, dan Nesta berlari-lari mengejar balon yang semakin mencoba melambung tinggi itu. Ketika kita sudah ngos-ngosan mengejarnya tiba-tiba aku melihat lompatan sigap dan raihan tangan yang mantap menangkap ekor tali balon kami yang mungkin akan menemui ajal pada matahari itu.
“Nih balonnya.”
Seorang laki-laki remaja berperawakan tinggi yang berhasil menyelamatkan balon-balon kami itu menghampiriku.
“Terima kasih.”
Aku tersenyum malu dan mencoba menatap matanya yang bersembunyi di balik topi berwarna cream itu.
“Waktu kecil nggak pernah mainan balon ya?”
Laki-laki itu kemudian berlalu meninggalkan kami yang masih terbengong di tempat masing-masing.
Seketika hatiku dongkol dengan ucapan cowok sok jadi pahlawan kesiangan itu.
“Ih, siapa sih tuh cowok.”
Muka sebal juga terpampang di rengutan bibir Nesta
“Tau’ tuh, keliatan nggak ikhlas tuh nolongnya.”
Dinda menimpali
Aku kembali bergelut dengan kameraku, enggan untuk mengomentari kejadian tadi. Kami memang sedang hunting foto untuk lomba di salah satu majalah. Kami memang mengambil tema ceria dengan memberikan kesan penuh warna dengan balon-balon beaneka warna itu.
“Siapa juga yang nggak pernah mainan balon.Hih!”
Tiba-tiba aku menggerutu sendiri mengingat ucapan cowok tadi.
*****
Jalanan kompleks sepi sekali, aku sedang menuju rumah setelah puas menyelesaikan hasil foto kami dan mengirimkannya pada redaksi majalah di rumah Dinda. Hanya berjalan kaki saja cukup meski rumah kita berbeda block cukup jauh juga.
"Kring kring kring..."
Ada penjual kapas gulali yang sedang lewat, entah mengapa aku ingin sekali membelinya. Dengan segera sebatang kapas gulali sudah beralih ke tanganku, aku menikmatinya sambil berjalan kaki.
“Hey kamu, benar-benar tak pernah bahagia ya saat kecil. Kemarin mainan balon sekarang makan gulali.”
Aku terperanjat mendengarkan suara yang tiba-tiba muncul itu.
"Heh, kamu cowok belagu yang kemarin ngeledekin aku sama temen-temenku? Ngapain sih kamu berkeliaran disini? Emang kenapa kalau aku nggak pernah mainan balon atau makan gulali waktu kecil. Sok tau deh, aku sudah tamat main itu semua.”
Aku memalingkan muka dan menjulurkan lidah padanya.
“Baguslah kalau begitu, masa kecilmu tak terlewatkan begitu saja seperti aku.”
Laki-laki itu melepas topinya dan aku sungguh terkejut. Sungguh tampan sekali mukanya.
“Masa kecilku adalah masa yang terlewatkan. Masa yang penuh kesendirian.Kau beruntung memiliki masa kecil yang bahagia.”
Ia menghampiriku dan dengan manis tersenyum padaku.
“Kini, jangan lewatkan masa remajamu yang penuh canda tawa juga cinta.”
Ia melirik padaku lalu berlalu.
Sungguh laki-laki misterius, aku memperhatikan langkahnya pergi.
RENA KHARISMA
TENTANG PENULIS:
PELAJAR/MAHASISWI
TWITTER: @kharismarena
PELAJAR/MAHASISWI
TWITTER: @kharismarena
loading...
EmoticonEmoticon