Kepulanganmu

Kepulanganmu

“Kak Oddie kapan pulang sih?”
“Segitunya banget ya jadi pecinta alam kakakmu itu.”
“Tau’ tuh ndrei, katanya malah terakhir ini lebih gampang naklukin alamnya. Udah ada namanya katanya, biasanya kan dia nyasakin hutan-hutan belantara tanpa nama.”
“Duh kakakmu itu emang keren, laki-laki kece pecinta alam.”
“Ih, elu juga segitunya banget demen sama kakakku.” Olin dan Andreina tetawa renyah.
“Kapan ya kakak pulang? Kok perasaanku nggak enak begini ya. Ah, enggak-enggak dua hari lagi katanya bakal pulang.’ Olin menggelang-gelengkan kepalanya mengusir benak yang melintaskan pikiran negatif.

Oddie adalah seorang pecinta alam dan biasanya juga menjadi tim sukarelawan jika ada bencana alam.

“Di, kamu udah nggak dengerin kata mama? Kamu udah berani nentang mama iya?” Mama sudah mulai naik darah saat meja makan beralih fungsi menjadi meja pengakuan.
“Tapi ma, Oddie sudah memiliki tekad bulat untuk ini.”
“Itu hobi yang konyol menurut mama, menantang maut.”
“Oddie begini kan juga meniru papa ma, papa juga seorang pecinta alam yang tangguh.”
“Karena itu adalah hobi papamu, makanya mama larang kamu jadi seperti mamamu.”
“Kenapa ma?”
“Kamu masih tanya kenapa? Papamu mati konyol gara-gara jadi sukarelawan bencana alam di Sumatra kamu masih tanya kenapa?” Mata mama mulai berkaca-kaca.
“Papamu lebih mementingkan orang lain yang bahkan belum ia kenal dibandingkan kelurganya bahkan diri sendiri. Apa itu masih belum bisa dianggap konyol?”

Aku menghampiri mama yang mulai menitikkan air mata, aku melirik Kak Oddie yang tertunduk diam di kuersinya. Aku sempat terkejut ketika melihat bulir air jatuh dari pipinya atau mungkin aku salah lihat. Aku merangkul mama dari samping dan menenangkannya yang mulai naik darah oleh pengakuan kakak yang memutuskan untuk bergabung dengan komunitas relawan nasional.

“Ma, papa bukan mati konyol. Papa adalah pahlawan dan penyelamat nyawa orang yang handal, rela berkorban ma.” Kak Oddie mulai menatap mata mama
“Kamu mau mati konyol juga seperti papamu hah?” Mata mamamu mulai melotot
“Mati konyol darimana kalau ia sudah menyelamatkan nyawa banyak orang. Papa orang hebat ma, aku ingin menjadi pahlawan seperti papa dan papa tak pernah mati konyol.” Kak Oddie sempat menggebrak meja dengan angkuh lalu meninggalkan aku dan mama.

Yah..itulah sekilas perbincangan yang penuh emosi kala itu. Aku hanya bisa diam tanpa berkata apa-apa karena mungkin aku belum mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi diantara keluarga ini. Aku memang lebih sering diam daripada berkomentar jika anggota keluarga ada saja yang adu mulut. Tapi aku setuju saat kak Oddie berkata bahwa papa tak pernah mati konyol, bagiku papa adalah pahlawan kehidupan, bagiku papa adalah sosok laki-laki pemberani walau beliau harus meninggalkan aku terlalu dini.

*****

Di ufuk fajar yang telah lama bungkam
Aku melihat sosokmu hadir dan tenggelam
Di ujung senja yang tak berakhir sempurna
Aku menyonsong rindu yang tak mudah sirna
Kau adalah pemberani di ciut nyali
Kau adalah peri di neraka bumi
Dan kau gadis pendiam namun pejuang sejati
Ku titipkan ibunda dengan segala sesal dalam hati

Aku terkejut ketika kotak surat di depan rumah yang jarang berpenghuni sudah bersemayam sepucuk surat atas nama Oddie. Kakakku yang sudah seminggu ini tak bercengkerama dengan rumah sederhana yang sama-sama kami tinggali ini. Sehari sebelumnya telah tersiar kabar bahwa terjadi letusan gunung berapi di sisi pulau di negeri ini. Aku tak berpikir jika kakakku akan berasa disana dengan taburan abu juga lava api yang begitu panas.

Mama hanya menangis di pelukanku perih, ada banyak luka disini, ya di hatiku juga hati mama. Mama menciumi surat dari kakak yang berisi puisi, puisi yang sungguh menyentuh benak yang tak lama tertanak oleh iringan pelangi. Kakakku sayang sudah beberapa kali kau tak pernah pulang, kini kepulanganmu hanya dengan nama yang tak pernah ku tahu dimana jasadnya.

*****

Sebulan kemudian ada ketukan pintu di malam hari ketika aku sedang meninai rindu pada kakakku Oddie. Aku membuka pintu dengan setengah hati karena masih ada bekas air mata di pipi.

“Assalammualaikum...”

Mataku terbelalak dan jantungku hampir saja lepas, tangisku membuncah, tubuhku membaur dalam pelukan tubuhnya yang ku rasa makin kekar saja. Ya kakakku Oddie kembali pulang, kali ini bukan hanya dengan nama juga puisinya tapi juga dengan raga yang kini sempurna.

RENA KHARISMA
TENTANG PENULIS:

PELAJAR/MAHASISWI
TWITTER: @kharismarena

loading...


EmoticonEmoticon