Pengantar Pesan



Dok, Dok, Dok ..
Dentemun palu bertubi-tubi menerpa papan kayu yang terlentang tak bisa bergerak, tangan yang terlampau kuat menampakkan urat-urat pekerja yang kuat.

“Yah, masih lama ya kerjanya?”
“Sebentar lagi nak, kamu duduk disitu aja ya. Jangan kemana-mana.”

Gadis kecil itu sibuk kembali bermain dengan boneka kecilnya, ia menunggu dengan sabar ketika ayahnya sedang bekerja dengan bongkahan kayu-kayu. Mereka hanya tinggal berdua di sebuah rumah sederhana di sebuah desa. Hanya rumah mereka yang paling dekat dengan danau sehingga ayah gadis kecil itulah yang diberikan kepercayaan oleh warga desa untuk mengawasi kincir air disana. Ayah dan gadis kecil itu selalu menghabiskan waktu di pinggiran danau, ayahnya dengan giat bekerja mengurus kincir air dan berkutat dengan kayu-kayunya sedangkan gadis kecil itu tak pernah melepaskan gendongan bonekanya.

“Ayah,ayah...nanti surat dari ibu pasti datang lagi kan kalau kotak suratnya sudah diperbaiki.”
“Iya nak, kamu sabar ya.”
“Bener kan yah..ya yah ya...” Gadis kecil itu mulai merengek pada ayahnya.
“Iya sayang, ibu pasti akan mengirimkan suratnya lagi.” Ayahnya menenangkan.

*****

Krincing...krincing...

"Ayah, ayah itu pasti surat dari ibu. Ayo kita ambil ayah.”

Gadis kecil itu menyeret tangan ayahnya dengan penuh semangat menuju kotak surat di depan rumah mereka. Kotak surat di depan rumah itu memang sederhana namun terlihat sangat menarik bagi gadis kecil itu. Penutup surat yang sengaja diberikan gantungan yang dapat berbunyi ketika dibuka memberikan isyarat jika ada surat yang datang.

“Ayah, apa isinya. Beri tahu aku.”
Gadis kecil itu bergelayut manja di kaki ayahnya. Ia ingin tahu dengan segera apa isi kotak surat tersebut. Ia belum mampu meraih kotak surat tersebut karena tinggi badannya belum menyamai tinggi tiang kotak surat itu.

“Ini buat kamu sepertinya.” Ayahnya tersenyum dan memberikan sebuah kotak musik
“Wah, merdu sekali suaranya. Pasti ini dari ibu. Ibu terima kasih.” Ia mendongak ke langit, Rona bahagia tersirat jelas di wajah gadis kecil itu.

Padahal kotak musik itu adalah pemberian dari ayahnya yang sengaja dititipkan pada pak pos untuk gadis kecilnya itu agar ia tak lagi menunggu surat dari ibunya yang sudah meninggal.

*****

Setelah berminggu-minggu kotak surat itu hampa, tak ada satu pun surat yang datang. Gadis kecil itu duduk manis di samping kotak surat tersebut. Ia menanti kehadiran sepucuk surat dari ibunya.

“Ayah, ibu sudah lupa ya dengan kita? Mengapa tak pernah memberiku surat lagi?” Matanya mulai berkaca-kaca.
"Mungkin ibu sedang sibuk nak, kamu berdoa saja ya untuk ibu.”

Ayahnya merasa heran, mengapa gadis kecilnya itu masih saja menunggu surat dari ibunya yang sesungguhnya adalah surat yang sengaja ia buat untuk menghibur gadis kecilnya itu agar tak bersedih kehilangan ibu yang ia cintai. Tapi gadis kecilnya tak gentar menunggu.

*****

Kini minggu telah berganti bulan, surat dari ibunya pun tak kunjung tiba. Kotak musik yang terakhir kali bertengger di kotak surat saat itu pun sudah lagi tak bersuara. Gadis kecil itu sempat menunggui kotak surat itu hingga malam tiba.

“Nak, mari masuk. Dingin, sudah malam.”
“Tapi aku ingin menunggu surat dari ibu.”
“Nanti kamu sakit nak, ayo masuk.”
“Ibu sudah lupa ya sama kita ayah? Apa pekerjaan ibu di surga masih sangat banyak?”
“Sabarlah nak.”

Kian hari tak kunjung pula surat itu datang, gadis kecil itu mulai sakit karena terlalu memikirkan kapan datangnya surat itu.

“Nak, istirahat di dalam. Mengapa kamu duduk disitu.”
“Aku ingin menunggu surat dari ibu ayah.”

Tiba-tiba seekor burung merpati putih bertengger di kotak surat itu. Gadis kecil itu memperhatikan merpati putih itu, tak lama merpati itu terbang dan menjatuhkan sebuah surat.

“Ayah...ayah...Ibu akan menjemputku, ibu akan menjemputku ayah.” Gadis kecil itu melompat-lompat kegirangan.
“Kamu bicara apa sayang? Cepatlah masuk ke rumah"
“Ini surat dari ibu, katanya ia akan menjemputku. Ibu akan membawaku di surga ayah.” Gadis kecil itu mengacung-acungkan sepucuk surat yang ia dapatkan.

“Baiklah, kau masuk saja ya.” Ayahnya masih sibuk dengan bongkahan-bongkan kayunya.

Gadis itu pun masuk ke dalam rumah, sangat ceria.
“Aaaaahh....”

Terdengar teriakan gadis kecil itu dari dalam rumah. Ayahnya pun terkejut dan segera masuk ke dalam rumah. Namun ia menemukan gadis kecilnya tergolek dengan sumber darah di kepalanya. Ia terpeleset dan kepalanya membentur ujung meja dengan cukup keras. Di sebelah tangan kanan gadis itu memegang sepucuk surat. Ayahnya mengambil surat itu lalu membacanya. Tulisannya singkat saja. ‘Kembali ke Surga’.

Ternyata burung merpati itulah yang menjadi pengatar pesan kematian untuknya mungkin juga menjadi pengantar untuknya bertemu dengan ibunya di surga.

RENA KHARISMA
TENTANG PENULIS:

PELAJAR/MAHASISWI
TWITTER: @kharismarena

loading...


EmoticonEmoticon