Aku masih terduduk di kursi yang kasarnya melebihi kasarnya telapak tanganmu,
yang dulu selalu menggandeng telapak tanganku,
yang dulu sering memapahku dengan menjamahnya mesra.
Namun telapak tangan kasarmu itu memberikan kedamaian tersendiri bagi jiwaku.
Malam selalu saja begini
Besenggangan dengan lelahku yang tak mau diistirahatkan
Aku selalu beradu dengan senyap malam karena aku tak ingin cepat terlelap.
Jika boleh aku menjadi kelelawar,
atau makhluk apa saja yang menghabiskan waktu malamnya untuk tetap terjaga dan paginya untuk tetap terlelap dalam tidurnya.
Namun aku tak menyangka jika kebanyakan orang memilih melaksanakan aktivitasnya di pagi hari dan membiarkan malam berdiri sendiri dengan dingin.
Mungkin aku tak ingin membiarkan malam menghabiskan waktunya sendiri
Sehingga aku masih kukuh bertahan, terjaga, terduduk di kursi ini.
Aku tak sanggup lagi mengatakan rindu yang selalu saja menggebu semenjak kepergianmu,
semanjak kau memutuskan kita untuk tidak bersama,
semenjak kau berkata bahwa kita tak lagi sama dan harus mengakhirinya.
Sampai kini pun aku masih teringat pesan yang aku terima darimu, saat kumandang senja berderu berseru menyuruhku untuk segera berwudhu.
Namun aku terpekur memegang handphoneku yang tak lagi terasa di genggamanku.
Sejenak hatiku terasa remuk redam, kemudian ia berubah menjadi butiran air di kelopak mataku yang perlahan terjatuh menyambangi pipiku.
Apakah ini? Aku telah patah hati.
Ah, aku tak lagi ingin mendekati masa-masa perih itu.
Terlalu pedih bagiku untuk selalu dirundung sedih yang tak bertepi.
Aku juga lelah meminta untuk kau mengerti
Aku letih jika harus terus meratapi bahwa rasaku kini telah mati.
Mungkin rasaku padamu sulit untuk mati dan diletakkan pada peti.
Namun kini aku sudah merasakan bahwa hatiku tak mampu percaya lagi pada arti cinta sejati.
Bukan cinta sejati, aku pikir namun pada para lelaki.
Aku masih terjaga disini, di larutnya malam tanpa mimpi.
Bahkan aku tak sanggup tuk memimpikanmu lagi
Tapi kau terkadang menguasi alam mimpiku yang tak terlalu ku banggakan itu.
Aku tak pernah tahu kapankah kenangan bersamamu akan hilang
Namun aku sudah merasa bahwa ia telah perlahan pudar.
Kini aku tak bisa lagi membayangkan apa yang terjadi pada kita di tanggal atau waktu yang sama.
Kini aku kesulitan mengenangmu ketika aku menginginkannya.
Tapi rasanya aku masih lekat dengan bayangmu.
Namun hanya ilusi.
Walaupun segala puisiku ku rangkaikan sebagian besar untukmu,
namun sesungguhnya itu tak sepenuhnya untuk dirimu.
Mungkin aku sudah bosan menengok kisah manis di masa lalu atau rona masa itu tak lagi berseri saat ini.
Pada larut malam aku selalu mengadu
Mengadu bahwa kau telah meluluh lantakkan hati dan perasaanku.
Aku menjadi paranoid untuk membangun kisah cinta lagi.
Walau pepatah mati satu tumbuh seribu sudah ku alami saat ini
Walau ku akui laki-laki yang datang padaku adalah keturunan adam yang lebih baik darimu
Namun sedikit saja aku menoleh pada kisah itu, rasanya mereka tak dapat menggantikan posisimu di hatiku.
Bagaimana aku berbuat kini?
Jika keyakinanku bahwa kau akan kembali padaku terlalu kokoh untuk dirobohkan
Meskipun aku berusaha meruntuhkannya dengan menjalin kasih juga rasa kagum pada kaum adam yang lain.
Pada larut malam aku bergeming.
Tak ingin bermimpi karena tidurku sulit ku awali.
Meskipun aku sering melahap larutnya malam namun kisahku bersamamu
Sulit sekali melarut meskipun berkali-kali diaduk.

PENULIS:
PELAJAR/MAHASISWI
WEB/ BLOG: renakarnasi.blogspot.com
TWITTER: @kharismarena
PELAJAR/MAHASISWI
WEB/ BLOG: renakarnasi.blogspot.com
TWITTER: @kharismarena
loading...