Tuan Rambut Ikal

Tuan Rambut Ikal

Pagi ini

Saat hujan mendarat, tanpa sekat, dan tidak menghadirkan hangat. Jendela kaca enggan terbuka, enggan bercerita ada apa diluar sana. Kaki kecil melangkah resah sebab takut pakaiannya basah. Hayalan pukul tujuh datang mendera. Tak sengaja namamu ku eja. Sumpah, aku tak sengaja. Ingatan dikepalaku menari lagi. Jauh lebih kejam dibanding gluduk dipagi hari. Aku takut, aku berselimut. Sebab mengingatmu terkadang menghadirkan dingin yang lebih-lebih dari kutub. Aku bisa hipotermia, mati dan tidak bisa membuka mata.

***

Malam itu

Aku ingat betul bagaimana setelah ratusan hari tanpa ba-bi-bu dan akhirnya kita bertemu. Juga bagaimana aku menahan diriku sekuat tenaga untuk tidak terlebih dahulu memelukmu karna disergap rindu. Sungguh aku rindu pada rambut ikal itu. Dan ribuan cerita tentang belaian tanganku yang menyapu indah rambutmu. Aku rindu rambut ikalmu, lebih-lebih isi kepalamu itu. Tiap-tiap abstrak sederhana yang tetap saja membuat aku mudah jatuh cinta. Pada dua pasang mata yang bicara tanpa satu patah kata. Dan bagaimana hidungmu menghembuskan napas yang membuat hidupku terasa lebih lepas. Pada bibirmu yang masih saja membuat aku terlena, dalam ingatan kecupan pertama yang gugupnya masih saja hinggap. Atau pada dekap dada yang hangatnya sangat sempurna, aku nyaman untuk lebih lama berkemah disana.

***

Siang ini

Kamu selalu memulai dengan cara yang itu-itu saja. Dan aku selalu tersesat di tengah acara. Kamu selalu mengawalinya dengan cerita sederhana. Tapi aku selalu mati diakhir cerita. Aku selalu, selalu aku. Hitam-putih, riuh-senyap, terang-gelap, lapang-pengap aku ada disisimu, selalu sebisaku. Tapi pada akhirnya memang cinta tak pernah makan bangku sekolah. Tak tau ramah-tamah terhadap tamunya. Jangankan dipersilakan singgah. Barang melirik sedikitpun dia menolak dengan gagah. Aku tau banyak bidadari yang selalu ada jika kamu mau, tapi sudikah mereka tetap ada disaat kamu butuh?. Tuan rambut ikal, terimakasih untuk kedatangan yang singkat tapi sudah membuatku skakmat. Terimakasih tuan sudi memilih aku yang tak seberapa ini untuk singgah. Tak apa jika kamu pergi seenaknya. Yang terpenting bukan lagi bagaimana, tapi mengapa aku bisa memaafkanmu tanpa celah. lagi dan lagi, tanpa kenal lelah.

***

Suatu hari nanti

Tuan rambut ikal, bukannya aku besar kepala. Mungkin suatu hari nanti kamu akan menyesal karna telah kehilangan harta yang sebenarnya paling berharga. Cinta yang lapang, hati tempatmu pulang, dan manusia yang sekuat tenaga yang membuatmu senang. Suatu hari nanti pasti kamu mengerti. Betapa bodohnya kamu telah menendang manusia seberharga ini. Sibuklah kamu mengumpuli batu sebanyak yang kamu bisa. Percayalah, suatu hari nanti kamu akan kecewa karena ternyata intan berharga telah kamu sia-siakan begitu saja. Tuan rambut ikal, kamu ingin kembali padaku? Jangan harap! Hatiku sudah kukunci rapat, tak akan terbuka walau kamu mengetuk hebat.

INTAN IRA
TENTANG PENULIS:

PELAJAR/MAHASISWI
WEBSITE/BLOG: http://aksaraira.blogspot.co.id/

loading...


EmoticonEmoticon